Terkait masalah dugaan korupsi yang dilakukan Irjen (Pol) Djoko Susilo ,mantan Kepala Korlantar Polri ,dan Wakil Kolantas Polri Brigjen (Pol ) Didik Purnomo terhadap pengadaan simulator SIM roda dua dan empat itu. Menurut KPK kedua perwira tinggi Polri tersebut bersama Budi Susanto(Dirut PT.Citra Mandiri Metalindo Mandiri)dan juga Sukoco S.Bambang(Dirut PT Inovasi Teknologi Indonesia) sudah dijadikan tersangka,dan sesuai hukum yang berlaku maka KPK lebih berhak mengusut tuntas segala aspek terkait korupsi yang mereka lakjukan tersebut.
Namun demikian kepolisian memiliki persepsi lainnya terkait skandal korupsi tersebut,karena menurut versi mereka yang sudah dijadikan tersangka hanya Brigjen(Pol) Didik Purnomo, AKBP TR, Kompol LGM ,BS dan SB pihak-pihak pemenang tender. Sementara Irjen (Pol) Djoko Susilo yang waktu itu sebagai Kepala Korlantas Polri tidak termasuk sebagai tersangka, tetapi Wakilnya dimasukkan dalam tersangka korupsi siimulator SIM roda dua dan roda empat tersebut.
Kedua versi ini sebenarnya pada umumnya sama,kecuali menurut vesri KPK Irjen(Pol) Djoko Susilo termasuk tersangka, sementara versi Polri tidak namun mereka memasukkan sebagai tersangkanya Kompol LGM dan AKBP TR. Itulah yang membedakan versi KPK dan Polri terkait skandal korupsi dalam pengadaan alat simulator tersebut.
Anehnya kedua institusi itu merupakan palang pintu bagi penegakan hukum sebagai panglima di Negara Kesatuan republik Indonesia, tetapi sekarang khususnya pihak kepolisian harus menghadapi perwiranya sendiri yang di Indonesia nyaris mustahil terjadi itu. Memang wajar sekiranya pihak kepolisian hendak menanganinya sendiri jika menyangkut pelanggaran hukum ditubuhnya sendiri. Dalam konteks ini bisa dipastikan bangsa Indonesia tidak akan merelakannya, karena rakyat sudah sangat memahami bagimana citra kepolisian Indonesia sekarang.
Bangsa Indonesia lebih percaya KPK dari institusi lainnya, apalagi menurut aturan yang ada bahwa KPK lebih berhak untuk mengusut tuntas masalah tersebut daripada pihak kepolisian. Dan pihak kepolisian, suka enggak suka harus dan wajib menyerahkan urusan itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK). Sebagai negara hukum tidak ada pilihan lain kecuali kepolisian harus tunduk kepada aturan yang berlaku.
Dalam kontesk ini KPK lebih berwenang dari pada pihak kepolisian, sebagaimana tercantum dalam UU no.30 tahun 2002 tentang KPK. Dalam Pasal 50 Ayat 1,3 dan 4 sangat jelas diterangkan bahwa KPK lebih dulu melakukan penyidikan. Dalam Ayat 3 dijelaskan pula, bahwa dalam hal KPK sudah mulai melakukan proses penyidikan sebagaimana dimaksudkan dalam Ayat 1 maka kepolisian dan kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.
Sementara dalam Ayat 4 juga dijelaskan dengan sangat gamblang, bahwa “Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersama oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan KPK, penyidikan yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan tersebut segera dihentikan”. Karenanya tidak ada alasan apapun yang bisa digunakan pihak kepolisian untuk menolak wewenang KPK yang telah menetapkan Irjen(Pol) Djoko Susilo dan Brigjen(Pol) Didik Purnomo, sebab hanya KPK-lah yang berwenang untuk melanjutkan penyidikan terhadap dua perwira Polri tersebut .Itupun sekiranya kepolisian mau patuh dan tunduk kepada undang-undang yang berlaku di Indonesia ini
.Dan sekiranya pihak kepolisian masih enggan menyerahkan urusan tersebut kepada KPK, maka demi tegaknya hukum perlu SBY turun tangan untuk menyadarkan bawahannya itu supaya tunduk dan patuh kepada undang-undang NKRI tersebut. Selanjutnya kemungkinan kepolisian belum mengetahui adanya undang-undang seperti itu, maka SBY perlu segera mengingatkannya.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 Ayat 2, bahwa KPK berwenang mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Dan pada Pasal 8 Ayat (3) selanjutnya dikatakan pula, bahwa kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara dan alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja. Kemudian Pasal 9 menjelaskan beberapa alasan yang memungkinkan KPK menggunakan undang-undang, untuk mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian ataupun kejaksaan.
Karenanya kepolisian tidak berwenang menolak penyidikan yang akan dilkukan KPK sebab sesuai dengan undang-undang yang berlaku, justru KPK yang berhak untuk itu. Bahkan dalam undang-undang itu juga jelas disebutkan, bahwa KPK bisa saja mengambil alih kasus itu meskipun sedang disidik oleh kepolisian ataupun kejaksaan. Nah, sekarang apa lagi yang dijadikan alasan oleh Kepolisian sehingga kedua pelaku tindak pidana korupsi simulator SIM roda dua dan empat belum diserahkan kepada KPK.
Dalam kontesk ini, perlu dipertanyakan pula dimana posisi SBY dalam menyikapi masalah tersebut ? Dan kelihatannya belum berkomentar apapun, ataupun sedang merencanakan pembentukan sebuah badan advhocad lagi sebagaimana bisanya itu, semacam Pansus misalnya. Jika memang ini yang dilakukan SBY, bisa dipastikan masalah tersebut akan terpeti eskan sebagaimana skandal bank Century, Mafia kasus dan sebagainya. Kita sangat prihatin jika mengamati proses penegakan hukum Indonesia, padahal jika dinegara lain baru terindakasi suatu pelanggaran,mereka segera meletakkan jabatannya. Tetapi di Indonesia lain dari yang lain, sudah terbukti saja masih belum mau mundur dari jabatannya. Tragis memang, prihatin bagi kita yang selalu dipertontonkan berbagai pelanggaran yang dilakukan secara bersama-sama, sehingga sulit tersentuh hukum.
Editor : onco gamankz
Sumber : kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar